2 Agustus 2011

Pulau Adonara Ingin Pisahkan Diri

Ditulis oleh hans
Friday, 20 August 2010 00:32

Jakarta, NTT Online - Pulau Adonara di Provinsi Nusa Tenggara Timur ingin memisahkan diri dari Kabupaten Flores Timur. Jarak yang cukup jauh antara pulau itu dan pusat pemerintahan Flores Timur menjadi peneyabab utama munculnya keinginan warga Pulau Adonara untuk membentuk kabupaten baru.

"Rencana pembentukan kabupaten baru ini semata-mata ditujukan demi meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat. Terhadap pusat pemerintahan Flores Timur, warga Pulau Adonara terpisahkan oleh laut sehingga pelayanan agak terhambat," kata tokoh Pulau Adonara, Sahar L Hassan, Kamis (19/8/2010) di Kantor Kementerian Dalam Negeri Jakarta.

Sahar adalah warga Pulau Adonara yang tinggal di Jakarta. Ia aktif dalam dunia politik dengan menjabat sebagai Wakil Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang.

Ada 35 perwakilan warga Pulau Adonara mendatangi kantor Kementerian Dalam Negeri. Mereka menyerahkan dokumen seputar rencana pendirian kabupaten baru. Bersama-sama dengan mereka, ada lima warga NTT lainnya yang membawa aspirasi pembentukan Kota Maumere, yang terpisah dari Kabupaten Sikka.

Dokumen yang dibawa rombongan perwakilan tersebut antara lain surat persetujuan DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur serta DPRD kabupaten (Flores Timur dan Sikka). Dokumen diserahkan kepada pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri.

Aspirasi pembentukan Kabupaten Adonara sudah muncul sejak dua tahun silam. "Warga ingin pelayanan pemerintahan bisa dilakukan lebih cepat sehingga memandang perlu untuk membentuk kabupaten baru yang pusat pemerintahannya lebih dekat," ujar Sahar.

Ia mengakui, sebagian besar pemekaran wilayah di Indonesia selama ini dinilai gagal menyejahterakan rakyat. "Di tempat lain memang terjadi hal tersebut, tetapi itu bukan alasan untuk tidak mengizinkan pembentukan Kabupaten Pulau Adonara. Silakan pemerintah melihat secara obyektif kondisi sosial-budaya dan potensi ekonomi di Pulau Adonara," ujar Sahar.

Bulan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, 80 persen dari 205 daerah pemekaran yang baru berdiri selama 10 tahun terakhir dinilai kurang berhasil. Bukannya mengatasi persoalan, daerah otonom baru justru memunculkan masalah baru. Pemerintah pun memutuskan untuk mengerem sementara pembentukan daerah otonom baru.

Direktur Sumber Daya di Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Yenny Sucipto, pada Juli 2010, mengatakan, di beberapa daerah otonom baru, 60-70 persen kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur memakai dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) yang berasal dari pemerintah pusat. Adapun pendapatan asli daerah hanya antara 2-5,5 persen. Padahal, daerah itu sudah berumur lebih dari lima tahun. kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar